7/25/2013

Surat Terbuka Bagi Seluruh Jajaran Elit Politik

Para Bapak dan Ibu yang berkecimpung didalam bidang 'Politik' yang penulis hormati melalui ketulusan hati sanubari yang bebas dari bentuk pamrih apa pun.
Penulis adalah salah seorang diantara yang lain dengan tujuan sama. Tujuanya adalah ingin mencerdaskan bangsa melalui suatu ”System” yang diatasnya bentuk pendidikan ”Intelektual” apapun. Penulis ingin memberikan gambaran serta pendapat yang mungkin terlalu Idealistik di dalam suasana dunia masa kini. Namun demikian, hal idealisme merupakan sesuatu yang 'membangun' dan tidak 'merusak'.
Kita sebenarnya mempunyai kemampuan (Sempurna) yang telah di-Ciptakan oleh YME. Di dalam suasana dunia masa kini, dimana contoh kepemimpinan serta sikap ”Rakyat” sangat diperlukan untuk dapat memelihara kondisi ”Harmonis”, ”Damai”, ”Aman” dan ”Nyaman”, nyatanya masih belum dapat dirasakan dan dicapai.

Nilai-nilai yang disebut dan Kesatria sepertinya sudah banyak tidak dikenal dan dipunyai lagi. Mengapakah seperti itu? Penulis akan mengupas hal yang dikatakan tersebut yang menyangkut pembentukan ”Karakter” seseorang yang ada dua sisinya.
Sisi pertama adalah yang terisi dengan yang disebut ”Transmisi Genetis” atau pemindahan genetik dari turunan tingkatan leluhur masing-masing. Secara eksplesit hal ini sudah kita ketahui sejak dini pada saat masih didalam pendidikan orang tua serta  lingkungan keluarga. Berhubung tak pernah diperhatikan dengan seksama pada masa pendidikan tersebut, maka hasilnya pun banyak yang tidak memenuhi harapan. Skala bentuk manusia memang sangat cenderung tergantung dari lingkungan. Yang berarti, bahwa diri sendiri tidak mempunyai rasa ”Percaya Diri” dengan akibat tidak mempunyai suatu ”Pondasi” kokoh di dalam menghadapi saran-saran yang datangnya dari suatu lingkungan 'negatif' tertentu.
Meskipun hal ini akan bisa tumbuh pada ”Karakter”, maka ”Konotasi”-nya akan pasti selalu ditentukan oleh bagaimana lingkungan dengan ”Vibrasi”-nya itu akan mempengaruhi Jiwa. Hal seperti itu dapat ditangkap dengan mudah, pada saat sedang berkomunikasi di dalam menentukan suatu sikap yang banyak memperlihatkan adanya ”Keraguan” yang dipengaruhi gejolak Emosional.
Sikap ragu seperti itu kini banyak dipunyai oleh kebanyakan diantara kita yang berada pada tingkatan ”Intelektual” dengan bentuk apapun. Dukungan suatu ”Inteligensia” yang sangat diperlukan di dalam penetrapan bentuk intelektual apapun, kurang sekali, sehingga pemanfaatan hasil suatu bentuk kondisi ”Intelektual” sering kali tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Kita berkembang melalui banyak sekali percontohan dari lingkungan yang sengaja atau tidak, merupakan pengaruh pendidikan pada sikap kita. Contoh yang diharapkan dapat diikuti dari seorang pemimpin sangat diperlukan di dalam sikap-sikap selanjutnya yang akan juga tergantung dari persepsi yang diperoleh.
Bila kita mempunyai seorang pemimpin serta jajaranya yang Emosional, maka pengaruhnya itu akan diikuti karena adanya kondisi ”Penguasaan” pada pemimpin terhadap bawahan serta rakyatnya. Timbulnya suatu ”peperangan” antar kelompok dan lebih besar lagi ,”antar bangsa” terjadi karena kita ”percaya” pada tindakan yang diputuskan oleh pemimpin yang berkuasa terhadap kita. Padahal, sebelumnya kita tidak pernah mempunyai sikap yang bermusuhan dengan sesama yang lain. Bukankah demikian selalu terjadi?
Alhasil, kita telah dapat dipengaruhi atau jeleknya di-”hasut” untuk menjadikan sesama kita , bukan? Baikkah hal seperti itu? Apakah hal seperti itu merupakan suatu contoh yang ”Ideal”? Bukankah kita, didalam mendidik anak-anak kita untuk selalu hormat, baik dan bersikap berteman terhadap sesama?
Pengendalian emosi mempunyai peran Utama sebagai seorang Pemimpin Rakyat. Karena bila tidak, akan menjadi sarana bencana besar bagi suatu negara.  Memenangkan suatu peperangan tidak dapat diharapkan dapat menyelesaikan secara total atau menyeluruh yang menyangkut hal suatu pendapat atau ”Idealisme”. Kekangan suatu pemerintahan ”Totaliter” akan selalu mengalami kegagalan. Ini sudah kita ketahui dengan tuntas, bukan? Waktu Alam menentukan segala-galanya, untuk selalu kembali pada azas Pen-Ciptaan atau Kreasi-Nya. Contohnya idealisme ’komunis’.
Keluhuran seorang Pemimpin Rakyat memerlukan Jiwa Besar mempunyai sifat Kesatriaan dan akan mendukung secara total untuk membantu pemimpin lainya yang telah digandrungi oleh Rakyat. Beliau harus dapat Membangun negaranya dan bukan Merusak. Sudah tentu kesemuanya itu tak dapat dilaksanakan seorang diri. Harus ada kesinambungan bekerja dan berfikir diantara para pembantu yang mempunyai hanya SATU TUJUAN, yaitu membina dan mensejahterkan secara luas Rakyat yang dipimpinya.
H.Rd.Lasmono Abdulrify Dyar, Dipl.Sys.Ing., Ph.D.
Lecturer dan Director/Coordinator, Indonesian Territory
Silva International Incorporation of The Silva Method,
Laredo - Texas - United States of America.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar