Para
pembaca kolom ‘RW02JB’ yang penulis hormati. Indonesia kini berada
pada titik persimpangan di dalam menentukan NASIB-nya yang masih akan
terlibat dalam nuansa masa lampau atau akan segera berada diatas angin?
Sebagai salah satu rakyat JELATA, kita masih ada rasa prihatin terhadap
bekas para pimpinan yang sedang diberi kekuasaan pada masa orde baru.
Mereka
telah terbuai ke dalam nuansa kenegatifan, disebabkan oleh kelemahan
dari pimpinan teratas yang memberikan peluang untuk berbuat korrup, yang
di mata orang banyak yang masih mempunyai perasaan jujur tak dapat
dibenarkan. Hal ini sudah tentu ada terkecualian, seperti yang
ditunjukan oleh Bapak Presiden kini, Bambang Soesilo Yoedoyono serta
beberapa orang pembantunya yang masih termasuk bersih. Beliau sedang
mencuat namanya sebagai seseorang yang jujur, namun berada pada posisi
kepepet diantara oknum-oknum lingkungan yang masih saja tak ada
kejujuran.
Hanya
saja, karena nuansa lingkungan masih belum bersih betul, maka timbulnya
masalah masih saja lebih banyak dari pada yang dapat diselesaikan.
Demikian pula dengan Presiden Obama yang masih menghadapi kritikan dari
mereka yang dikalahkan di dalam pemilihan presiden dan tak dapat
menerima kekalahan dengan lapang dada alias “sportifitas”. Mereka akan
tetap berusaha membenarkan kekalahan mereka itu, tapi hasilnya T O H
akan tetap negatif. Tapi, penulis percaya bahwa kini telah tiba saatnya
untuk berbenah diri dari noda-noda masa lampau yang dipimpin oleh Bush
dan setaranya.
Kita
mengalami pergantian presiden terlalu cepat, mulai dari Habibi, Gusdur,
Megawati dan SBY. Didalam masa jabatan SBY sudah terasa adanya usaha
yang gigih untuk mendobrak 'tong setanya' KKN. Sekalipun hal itu masih
terasa kurang gencar, karena (saking) begitu kuatnya nuansa negatif
melanda kepimpinan Indonesia. Mereka seakan ingin mengembalikan suasana
zaman orde baru, dengan kekuasaan absolut atau sama dengan o t o k r a s
i. Memang kita harus sabar dan terus saja melaksanakan tekanan kita
untuk menyelesaikan hal KKN tersebut, yang telah dialami selama 32
tahun. Kerjaan SBY tidak mudah, kita ketahui hal itu dan harus mendukung
setiap perubahan yang beliau canangkan. Asal saja beliau sendiri tidak
terlalu lemah dan mengadakan konsesi dengan mereka dari unsur orde baru
yang ingin berkuasa kembali dengan dalih sudah merasa menyesal dengan
keterlibatanya pada masa lampau.
Memang,
masa lalu kelihatan maju, tapi pada kondisi SEMU, karena didasarkan
atas “h u t a n g” yang berkelebihan yang akhirnya mengarah kepada
penggunaan berupa p e n y e l e w e n g a n perorangan.
Mereka sudah tentu dengan melaksanakan pembersihan uang atau ‘money
laundry’, mengharapkan adanya pengampunan dari YME. Menurut penullis hal
itu tidak akan semudah ‘membalikan telapak tangan’, dikatakan orang.
Bila
hal seperti itu bisa mudah seperti yang dikemukakan tadi, maka nuansa
ke-positif-an tidak akan bisa timbul dengan tuntas dan leluasa, karena
himpitan noda negatifnya terlalu besar dan berat! Apakah diantara kita
yang tak pernah ikut-ikutan tidak merasa gemas untuk menyudutkan mereka
yang masih saja mengikuti jejak lama? Apakah harus terjadi suatu
revolusi seperti di Perancis sehingga terjadi renessance? Memang hal
seperti itu termasuk penyelesaian yang bukan elegan dan spiritual. Tapi
nyatanya juga tak dapat diselesaikan melalui tindakan V e r b a l dan F i
s i k Dapatkah para pembaca merasakan hal itu?
Kalau
masih berharap bahwa tindakan penyelesaian secara obyektif dapat
digunakan di dalam penyelesaian masalah-masalah dari masa lampau, kita
terperangkap di dalam teknologi kecanggihan fisik dan bukan mental.
Memang didalam kemajuan berbagai macam inovasi fisik, maka yang
diutamakan adalah bentuknya sesuatu yang fisik nan indah. yang dapat
memanjakan dan memberikan gairah pada diri manusia.
Kita akan kehilangan kemampuan untuk menggunakan k e k u a t a n di
dalam diri manusia itu sendiri yang sifatnya adalah subyektif,
mengutamakan cetusan serta penerimaan informasi dari dimensi tersebut.
Bisakah uraian seperti ini dapat merangsang pikiran para pembaca? Bila
tidak dapat menimbulkan suatu “k e p e r c a y a a n” mendalam akan
adanya kemungkinan perubahan besar melalui penggunaan fungsi Otak bagian
Kanan, maka mustahil noda-noda N e g a t i f dapat membendung suatu kebiasaan negatif lama yang telah terekam didalam benak kebanyakan diantara kita.
Kita
mengetahui dari banyak pengalaman, bahwa merubah perilaku diri tidak
mudah dilaksanakan, bila tiada NIAT TULUS dan KUAT yang mendorong
perubahan seperti itu, bukan begitu kenyataanya? Kapankah kita dapat
menyadari hal itu dengan “t e l a k”? Kalau diri sendiri masih belum
terubah secara total, bagaimana lalu dapat mengamalkan dan
mempengaruhkan kemampuan tersebut kepada
lingkungan. Efeknya tidak akan ketara dan hal perekaman unsur-unsur
kenegatifan akan terus saja berjalan dengan leluasa dengan akibat
timbulnya masalah-masalah yang akan s u l i t diselesaikan.
Bahwa suatu masalah yang tak terselesaikan akan menimbulkan kondisi “s t r e s” karena menjadi k e p e n u h a n sudah
PASTI akan terjadi. Hanya saja, karena hal seperti itu terjadi dengan
arus yang terus-menerus, maka kita dihadapkan pada suatu ‘k e b i a s a a
n yang berkembang menjadi “k e b u d a y a a n”. Hal seperti inilah
yang mau-tidak mau harus kita sadari dan waspadai seumur hidup.
Pemeliharaanya tergantung pada banyaknya praktek positif yang berlawanan
dengan perilaku yang negatif dan merugikan.
Ada
yang menyatakan, bahwa ngomong itu lebih mudah dari melaksanakan
tindakanya. Memang benar seperti itu, tapi, bukankah hal hasilnya yang
menguntungkan di dalam segala hal, akan dapat merangsang untuk mencoba
berbuat di dalam pelaksanaanya? Banyak kejadian yang mendukung gagasan
ini dan tak dapat ditanggapi dengan perasaan “r a g u”, karena hal ini
mempunyai arti yang sangat merugikan segala bentuk niat serta tindakan
kita ke suatu arah yang jauh lebih baik serta sempurna.
Suatu
lingkungan yang sudah dirusak dengan noda kenegatifan, dengan suatu
system pelajaran “s u b y e k t i f” kini membuktikan adanya kenyataan,
bahwa menemukan diri kita yang paling dalam (mendasar) akan merupakan
pondasi kokoh untuk dapat menanggulangi banyak masalah yang telah
ditimbulkan oleh keterbatasan dari fungsinya Otak bagian Kiri.
H.Rd.Lasmono Abdulrify Dyar, Dipl.Sys.Ing., Ph.D.
Lecturer dan Director/Coordinator, Indonesian Territory
Silva International Incorporation of The Silva Method,
Laredo - Texas - United States of America.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar